News Update :

Tutorial Blogger

Tips

Resep

Tampilkan postingan dengan label Berita Bisnis dan Ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita Bisnis dan Ekonomi. Tampilkan semua postingan

Pemerintah Khawatir Bom Ganggu Investasi

Minggu, 17 April 2011

Pemerintah Khawatir Bom Ganggu Investasi
Kompas/ Orin Basuki
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa khawatir peristiwa ledakan bom di Cirebon bisa mengganggu investasi di Indonesia. Pasalnya, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang baik-baiknya, terbukti dengan banyaknya investor yang berdatangan.

"Saya tidak tahu apa motif orang itu. Saya berharap ini tidak mengganggu, ekonomi kita sedang baik-baiknya, sedang bagus-bagusnya. Coba saja lihat, semua berdatangan ke sini, sedang baik-baiknya," kata Hatta di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (15/4/2011).

Dia mengaku kaget dengan peristiwa bom itu. "Saya betul-betul shock melihat masih ada tangan-tangan yang tidak berperikemanusiaan, perikeadilan, dan tidak memiliki rasa kebanggaan, tidak memiliki nasionalisme sehingga cenderung merusak," ungkapnya.

Menurut Hatta, perbuatan itu harus dikutuk sekeras-kerasnya. "Kita harus kutuk sekeras-kerasnya orang-orang yang ingin selalu memberikan citra buruk kepada Indonesia, dan saya sebagai Menko Perekonomian tentu saja mengharapkan agar itu bisa diusut secara tuntas," katanya.

Hatta geram kalau peristiwa ini terus-terusan terjadi. "Kalau terus-terusan begini, ya, kita terus terang merasa, apa ya, bukan kecewa, geram ya," kata Hatta. Meski demikian, dia mengaku belum ada investor yang mengeluhkan keamanan Indonesia.

Asal tahu saja, sebuah bom bunuh diri meledak di Masjid Adz-Dzikro di Kompleks Mapolresta Cirebon. Ledakan yang terjadi saat shalat Jumat itu melukai 17 orang, termasuk Kapolres Cirebon. (Bambang Rakhmanto/Kontan)

Indonesia Kini Semakin Kaya

Kamis, 17 Maret 2011

Indonesia Kini Semakin Kaya
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Bank Dunia merilis, sebanyak tujuh juta penduduk Indonesia masuk menjadi kelompok berpenghasilan menengah bawah setiap tahun sejak 2003.

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Koeberle mengatakan hal itu sembari merujuk kepada bagian masyarakt dengan pengeluaran yang berkisar 2-20 dolar AS atau setara Rp 17.600-Rp 176.000 per hari per kapita. Dia memperkirakan, di masa depan kelas ini akan lebih banyak mengonsumsi dan mau membayar lebih tinggi untuk pelayanan yang prima.

"Melihat ke depan, bertambah besarnya kelas menengah Indonesia akan mengakibatkan perubahan yang mendalam," kata Koeberle dalam paparan kepada wartawan, Rabu (16/3). Karena itu, dia berpendapat Pemerintah harus mampu menyusun kebijakan jangka menengah yang mampu memenuhi permintaan-permintaan tersebut.

Selama 10 tahun terakhir, kata Koeberle, jumlah kelas menengah di Indonesia tumbuh pesat. Hal ini tak lepas dari kebijakan Pemerintah yang mendukung pertumbuhan inklusif yang bertujuan memangkas ketimpangan antar kelas. Namun, kebijakan ini terancam oleh tingginya harga komoditas seperti minyak mentah dan bahan pangan.

Bank Dunia mencatat, harga komoditas dunia terus meningkat. Banyak di antaranya yang telah sebanding atau lebih tinggi dari nilai tertingginya pada 2008. Contohnya, harga energi saat ini 28 persen lebih tinggi year on year sampai Februari lalu. Sementara, komoditas pangan naik 17 persen dibandingkan harga tertinggi pada 2008.

Koeberle mengatakan, peningkatan harga minyak akan menjadikan biaya subsidi menjadi lebih tinggi yang hanya menguntungkan masyarakat yang lebih mampu, termasuk kelas menengah tadi. Dia menyambut baik rencana Pemerintah memperbaiki target subsidi ini. "Hal ini akan memberikan ruang untuk membiayai bantuan sosial untuk masyarakat miskin dan rentan," ucapnya.

Keselamatan Pelayaran Masih Terabaikan

Senin, 14 Maret 2011

Keselamatan Pelayaran Masih Terabaikan
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi V DPR RI KH Abdul Hakim menilai, faktor keselamatan dan kenyamanan pelayaran penyeberangan di Pelabuhan Merak-Bakauheni kerap diabaikan. Hal itu tercermin dari beberapa kecelakaan kapal di jalur penyeberangan ini, seperti terbakarnya KM Laut Teduh II beberapa waktu lalu.

"Selain itu, beberapa ketentuan keselamatan penyeberangan seperti tidak akuratnya data manisfes penumpang. Kapal-kapal yang melayani penyeberangan tersebut juga rata-rata berumur diatas 30 tahun dan tidak terawat," kata Hakim, Senin (14/3/2011) di Jakarta.

Tak jarang, pada waktu-waktu padat seperti musim libur lebaran, kapal yang tidak laik laut juga dipaksa melayani penyeberangan untuk mengantisipasi penumpukan penumpang. Hakim mengaku banyak mendapatkan keluhan dari pengguna jasa penyebrangan Merak-Bakauheni. Umumnya mereka mengeluhkan buruknya kondisi kapal, lamanya waktu penyeberangan dan e-ticketing yang tidak berfungsi.

"Dari puluhan kapal yang melayani rute Merak-Bakauheni, hanya sebagian yang layak. Umumnya sudah tua, kotor, dan tidak mampu memberi pelayanan minimal. Karena itu, dalam rapat besok, kita juga ingin membahas soal upaya peremajan armada di jalur penyeberangan ini," kata Hakim.

Pemerintah Akan Turunkan Penjaminan Dana Nasabah

Rabu, 02 Maret 2011

Pemerintah Akan Turunkan Penjaminan Dana Nasabah
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah akan menurunkan nilai penjaminan dana nasabah sebesar Rp2 miliar yang selama ini dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Penurunan penjaminan akan positif dengan berkurangnya beban penjaminan karena akan memperkuat keuangan LPS baik dari aktiva kewajiban dan resiko fiskal akan berkurang serta lebih terkendali," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam sambutan acara seminar ISEI mengenai pengurangan nilai simpanan yang dijamin LPS di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan besaran nilai penjaminan sebesar Rp2 miliar terbukti efektif dalam mencegah penarikan dana secara besar-besaran karena sempat terjadi krisis global pada 2008 namun itu harus disadari bersifat sementara.

"Program penjaminan LPS dapat memberikan rasa aman terhadap nasabah perbankan namun hal tersebut jangan sampai menimbulkan moral hazard kepada bank, karena semakin besar yang dijamin LPS dapat memicu moral hazard," ujarnya.

Selain itu, saat ini semua bank dikenakan dengan tingkat premi yang sama tanpa memperhatikan tingkat resiko yang diderita bank dana penjaminan simpanan, maka untuk mengatasi kegagalan bank diperlukan premi perubahan skema setelah dilakukan konsultasi pemerintah dengan DPR.

Menurut Menkeu, usulan skema premi terbaru adalah tingkat premi yang berbasis resiko dengan memperhitungkan potensi kegagalan beberapa bank yang antara lain ditentukan melihat ketentuan kelengkapan bank serta korelasi pengawasan yang masih dilakukan oleh Bank Indonesia.

"Penerapan tingkat premi memerlukan sarana pendukung yang cukup lebih rasional untuk mendukung berapa besar potensi LPS mampu menjamin kegagalan beberapa bank," ujarnya.

Berdasarkan kesepakatan antara Bank Indonesia dengan LPS mengenai pengawasan perbankan, nantinya diharapkan LPS tidak hanya berfungsi sebagai lembaga penyehatan perbankan namun juga melakukan kewenangan untuk melakukan evaluasi dana analisa serta pengawasan kepada bank peserta.

"Untuk itu, kami mendorong untuk melakukan upaya maksimal sosialisasi ke stakeholder industri perbankan, melaksanakan pengkajian mendalam, memulai kerjasama erat dengan instansi terkait, meminta pandangan para profesional," ujarnya.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengatakan saat ini adalah waktu yang tepat untuk meninjau kembali nilai penjaminan nasabah karena kondisi perekonomian sedang membaik.

"Saya katakan ini waktu yang tepat untuk meninjau bagaimana skenarionya. Perekonomian kita sekarang ini cukup menjanjikan dan kita tidak dalam kondisi mengkhawatirkan walaupun ada gejolak termasuk Timteng. Kondisi kita cukup lengkap karena memiliki berbagai sumber daya alam dan kapasitas menghadapi global," ujarnya.

Kepala LPS Firdaus Djaelani mengatakan berdasarkan kajian LPS nilai penjaminan dana nasabah perbankan yang paling pas saat ini adalah sebesar Rp572 juta per nasabah dengan kemungkinan penurunan secara bertahap dari Rp2 miliar.

"Pengalaman kita memang untuk menurunkan secara bertahap, dan saya rasa sebaiknya memang seperti itu agar tidak menimbulkan kejutan-kejutan atau riak-riak dalam perbankan," ujarnya.

Dengan penurunan penjaminan tersebut, LPS juga memberlakukan tingkat premi berbasis resiko namun hal tersebut masih menunggu persetujuan pemerintah dengan DPR.

Saat ini kajian sedang berjalan dan LPS terus berdiskusi dengan Bank Indonesia agar ada kesamaan persepsi serta tidak terdapat hitungan kajian yang berbeda.

Namun Firdaus memastikan penurunan penjaminan dan skema premi terbaru belum pasti diberlakukan pada tahun ini.

"Nanti hasil seminar ini akan kita sampaikan kepada pemerintah, pemerintah kan harus membawa ke DPR. Ini ada usulan dari pemerintah untuk mengubah besaran penjaminan karena memang menurut UU harus dikonsultasikan dengan DPR," ujarnya.

Berita Nasional

 

© Copyright Cara Gratis Terbaru 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.